Tampilkan postingan dengan label Dapil III DKI. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Dapil III DKI. Tampilkan semua postingan

Senin, 15 Mei 2017

Politikus PDIP: Vonis Penjara Ahok Karena Tekanan


Sejak awal, kasus dugaan penodaan agama dengan terdakwa Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok dinilai telah menjadi dagangan politik dan bukan murni perkara hukum.
Akibatnya, vonis dua tahun penjara yang dijatuhkan majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Utara terhadap Ahok bukan berdasarkan fakta hukum. Melainkan karena intervensi dan tekanan terhadap majelis hakim.
“Putusan hakim dalam kasus Ahok mengecewakan, hakim memutuskan bukan atas dasar fakta hukum tapi karena intervensi dan tekanan,” kata Politikus PDI Perjuangan sekaligus mantan Bendahara tim pemenangan Ahok-Djarot, Charles Honoris kepada wartawan, Selasa (9/5).
Kasus penodaan agama, menurut Charles, bermula karena keikutsertaan Ahok pada kompetisi Pemilihan Kepala Daerah DKI Jakarta 2017.
Charles menyoroti banyaknya upaya intervensi dan tekanan dari berbagai pihak selama masa persidangan Ahok, seperti aksi massa, beragam komentar elit partai politik, hingga pimpinan dewan.
Hal tersebut, kata Charles, menjadi bagian dari upaya mengintervensi putusan dan juga mendegradasi pemerintahan Presiden Joko Widodo.
“Dan terbukti hakim lebih takut dengan tekanan dan intervensi ketimbang menerapkan keadilan,” kata Charles.
Sementara itu, anggota DPR Fraksi Golkar Ace Hasan As-Syadzily enggan berkomentar mengenai putusan hakim terhadap Ahok.
“Soal keputusan hukumnya melebihi dari tuntunan Jaksa biarlah Pak Ahok dan Tim Hukumnya mengambil langkah hukum selanjutnya. Kami hormati proses hukum tersebut,” kata Ace.
Majelis hakim yang diketuai Dwiarso Santiarso memvonis Ahok dengan hukuman dua tahun penjara dan memerintahkan penahanan Ahok. Hakim menilai Ahok terbukti bersalah melanggar Pasal 156a KUHP tentang penodaan agama.
Sumber : CNN

Rabu, 15 Februari 2017

Usul Tentang Presiden Orang Indonesia Asli, Mustahil Diterima


Politikus PDI Perjuangan Charles Honoris menilai usul PPP mengamandemen UUD 1945 terutama frasa "Presiden ialah orang Indonesia asli" tidak mungkin diterima Majelis Permusyawaratan Rakyat.
"Fraksi-fraksi nasionalis seperti PDI Perjuangan dan Golkar pasti akan menolak usulan tersebut,” kata Charles melalui pesan singkat, Jumat (7/10).
Charles menilai sangat sulit mendefinisikan siapa orang Indonesia asli karena beragam suku telah ada di Nusantara sejak ratusan tahun lalu.
Proses asimilasi dan akulturasi membuat sulit untuk mendefinisikan asli, kata dia.  Sebaliknya, dia menilai semua warga negara Indonesia adalah orang Indonesia asli.
Bila PPP memaksakan pandangannya, ia melihat partai itu berpotensi dicap rasis sehingga ditinggalkan pemilihnya.
"Kalau rumusan yang diusulkan PPP disetujui, maka mungkin yang bisa menjadi presiden RI hanya Pithecanthropus erectus," kata Charles berseloroh.
Musyawarah Kerja Nasional I PPP pada Rabu (5/10) merekomendasikan amendemen UUD 1945 dengan mengubah klausul pada Pasal 6 ayat (1) tentang syarat calon presiden di mana PPP mengusulkan penambahan kata "asli" dalam pasal itu sehingga berbunyi "Calon Presiden dan calon Wakil Presiden harus seorang warga negara warga negara Indonesia asli sejak kelahirannya dan tidak pernah menerima kewarganegaraan lain karena kehendaknya sendiri, tidak pernah mengkhianati negara, serta mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden".